Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2012

Meraih Bejo

"Jangan tunggu saya, ya..." Itu kalimat terakhir yang dikirim Bejo lewat sms. Sebulan yang lalu. Apa Bejo marah karena aku sekarang punya pacar dan dia masih jomblo? Tapi kenapa harus marah? Bejo bukan pacarku. Dia tidak mau jadi pacarku.  Pernah suatu hari aku berkata, "Titip jagain hatiku yaaaah, Jo..." Lalu Bejo berkata, "Itu hati sampeyan , Mbak.. kenapa harus dititip-titipkan?" Bukankah itu artinya Bejo menolak jadi pacarku? Ah! Padahal aku sudah pernah mengecup bibirnya dan dia berkata bahwa itu adalah saat paling membahagiakan dalam hidupnya. Kukira saat itu dia mau jadi pacarku. Aku juga sudah terlanjur jatuh cinta padanya. Tapi kutitipi hati saja dia tidak mau.  Bejo, seandainya kamu tahu..aku kesepian sekarang tanpa kamu di sini dan tanpa kabar darimu lagi. Bejo, apa hanya gara-gara aku punya pacar baru lalu kamu patah hati dan memilih pulang kampung tanpa memberi kabar? Ah, Bejo! Seandainya kamu ada di sini, aku lebih memilih

Amoria

"Di Bali, pasti beda pantainya sama di sini." Debur  ombak berkejaran seolah menyaingi anak-anak kecil yang berlarian di bibir pantai. "Di sini mana ada pantai pasir putih." Remuk jantungku melihat lesung pipi yang terukir saat Amoria tersenyum. "Kamu pasti pakai gaun putih seperti gaun pengantin impian kamu yang gambarnya pernah kamu tunjukin ke aku." Dia mengangguk, dan tentu saja sambil tersenyum. "Abe.. Kenapa Tuhan membiarkan kamu hidup, Be? Sumpah aku nggak ada niat mengkhianati kamu. Kecelakaan itu..di berita itu juga ditulis kalau semua penumpang kapal karam itu meninggal dunia. Aku bahkan berbulan-bulan menangisi kepergian kamu. Mama kamu pun begitu...A.." Kuletakkan telunjukku di bibirnya. Dia terdiam tanpa sempat menyelesaikan kalimatnya. "Aku tau, Amoria. Mata kamu menunjukkan kalau sampai detik ini kamu nggak pernah membuang cinta kamu ke aku. Mungkin ini namanya takdir. Kamu ikhlas kan?" Amoria menangis.

Mimpi Apa Gue Semalem?

"Lo yakin dompet lo udah lo bawa, Ra?" Nara mengaduk-aduk isi tasnya lagi. Wajahnya makin pias. "Duuuuh! Yakin kooookkk! Tapi ngga adaaaaa! Gimana niiih? Tiket masuknya kan ada di situuu! Punya lo juga!" Aku garuk-garuk kepala. Panik tapi cenderung pasrah. Nara tampaknya kesal melihat reaksiku. "Ih, Malaaaa! ko lo cuma garuk-garuk kepala siiiih? Lo bantu cariin kek apaaaa keeeeekkk!" Aku merogoh-rogoh isi tas, kantong pakaian dan bahkan stocking ku. "Ngga adaaaaa, Raaaa! Kan emang dari awal elooo yang beliii, elo yang nyimpeeeen, elo yang bawaaaa... sekarang masa iya gue bisa sulapan tiketnya tau-tau ada di gue?" Mungkin karena putus asa, Nara akhirnya melangkah ke pinggir lapangan berumput. Ini semua salah Nara sebetulnya. Dia memang ceroboh dan ini bukan pertama kalinya dia berbuat begitu. Aku bingung harus bagaimana lagi. Sudah puasa sebulan demi bisa menabung membeli tiket nonton konser boysband Korea idola kami, sekarang tiketnya leny

Itu Cinta, Ini Kita

Well.. what can i say? For all of who can not move on from your past... Happy dreaming, dudes... Catch your dream (if you can)

Paper or Plastic

Simple tittle, short duration, easy to understand, funny, romantic  and of course.. happy ending. That's why i like watching this short movie ^_^

Maaf Untuk Mama

"Jangan pergi, Nak..." Aku pura-pura tidak mendengar dan ngeloyor meninggalkan mamaku. Melihat gelagatku, mama langsung bangkit dari duduknya dan mencoba meraih tanganku. Tapi kutepis tangannya sehingga ia hampir terjatuh. Mama terkejut. Terlebih aku. Aku tidak sengaja ingin menjatuhkannya. Aku hanya tidak ingin dia mendesak aku. "MIRA LESTARI! BERHENTI KAMU! JAWAB MAMA!" Mama murka rupanya. Ia membentak dan memanggil nama lengkapku. "Apa Ma?! Apa???!!! Mira sudah bilang sama mama bahwa Mira nggak akan pernah mau bicara sama Mama kecuali Mama bisa mengembalikan Papa ke samping Mira. Apa Mama bisa? Enggak, kan??!!" Mama menangis. Tapi aku benci melihat air matanya. "Jawab Ma! Jangan cuma nangis!" Mama tersedu sedan. "Tapi Papa sudah meninggal, Mira.." Mama berusaha meraihku tapi aku menepisnya. "Mira tau. Tapi Papa nggak akan meninggal kalau bukan gara-gara kelakuan Mama yang selalu menghina Papa yang tidak sekaya Mama dan

Cinta

Cinta merogoh saku piyama rumah sakitnya dan mengangsurkan sebatang pensil dan sebuah diary padaku. Aku memandangnya dengan penuh tanda tanya. "Ini buat kamu. Sebagian sudah aku penuhi dengan tulisan-tulisan kecil tentang hidupku. Hidupku yang terjatuh karena cinta dan dibangkitkan lagi oleh cinta." Aku masih tidak mengerti apa maksudnya dan urung menerima diary  itu. "Tempat ini adalah tempat yang bisa membuatmu menjadi orang yang dua kali lebih kuat atau malah membunuh jiwamu. Penyakit yang kita derita ini tidak ada apa-apanya. Aku bertahan bertahun-tahun di sini karena cinta orang-orang terdekatku menguatkan aku" Cinta menyentuh tanganku dan memaksa aku menerima diary nya. "Tapi kamu tau kan aku sendiri di sini, Cinta. Keluargaku mengasingkan aku setelah mereka tahu aku mengidap kanker." Cinta lagi-lagi memamerkan senyumannya yang penuh kesejukan. "Itulah sebabnya aku mau kamu membaca apa yang aku tulis di situ. Karena diary itu berisi keku

MENEMUKAN SOULMATE

"Apakah Anda ingin tahu kapan Anda akan bertemu soulmate Anda?" Dan "Ya!" adalah jawaban yang akan saya ungkapkan jika pertanyaan di atas dilontarkan pada saya. Tapi itu sebelum saya menyaksikan sebuah film indie, TIMER. Ini adalah sebuah film sci-fi romance di mana pada suatu waktu di masa yang akan datang, orang dapat memilih untuk memiliki timer yang ditanamkan pada pergelangan tangan mereka. Timer ini akan menghitung mundur ke hari tepat Anda akan bertemu jodoh Anda. Dengan syarat, jodoh Anda juga harus memiliki timer tersebut dan timer Anda akan "bip" setelah Anda melakukan kontak mata. WOW!!! Berbagai pertanyaan kemudian muncul di benak saya setelah menonton timer . Misalnya.. bagaimana jika timer Anda mengatakan Anda tidak akan menemukan jodoh Anda sampai Anda berusia 50 tahun? Atau bagaimana jika jodoh Anda tidak pernah memiliki timer seperti yang Anda miliki sementara Anda selalu bertanya-tanya akankah Anda memiliki jodoh? Atau b

T-Shirt

"Jadi kapan kamu berangkat, Ay..?"  Nina bertanya sambil membolak-balik halaman majalah fashion kesukaannya. "Kalo nggak besok ya lusa, Ay.. Aku tunggu Mbak Vera confirm.  Kan sekarang dia yang jadi leader  aku."  Aku menghisap lagi rokok yang tinggal setengah batang. Nina mengibas-ngibaskan tangannya memberi sinyal agar aku berhenti merokok. Aku cuek saja.  "Kalo gitu kamu musti packing nanti malem. Teruuuuussss...jangan lupa yaaaaaah...?" Nina tersenyum sambil mengerlingkan matanya. Menggemaskan. "Iya. Oleh-oleh T-Shirt kaaaaan?"  Kucubit hidung kecilnya. "Iya, Aaaaayyyy.... dan harus ada tulisan TANAH MERAH." "Yaaaah, Ayy... kenapa sih nggak yang tulisan PAPUA aja? Yang kaya kamu mau kan belum tentu ada."   Well, Tanah Merah adalah nama sebuah Ibukota Kabupaten di Papua. Dan aku tidak yakin bisa menemukan T-Shirt bertuliskan TANAH MERAH di sana. "Ih Ayaaaang..coba dulu apa salahnya sih? Kalo ngga

Rain of July

I'm standing here in the sky of july With the blue and cloudy sky With the land there's dry The sun its burning all of the land Turn the stone into the sand Leave my world in pain Dear sunshine would you give of your time To give the cloud chance when the dream has so blind Dear sunshine why don't you understand All I need is only rain to wash away all the pain The sun its burning all of the land Turn the stone into the sand Leave my world in pain What should I do at least for a try To pick a piece of yours being rain of july Or should I flying high to the sky To pick a piece of yours being rain of july How can I release my pain All my world will lost in vain If the rain will not to fall In the sky of july I can see you Thought I can't have you I can feel you Is everything has a meaning For all those days I've been trying And here I'm keep on waiting Dear sunshine would you give of your time To give the cloud the chance when the dream has so blind Or should I f

KITIRAN

Kalau ditanya apa mainan kesukaan saya waktu kecil, dengan cepat pasti saya akan menjawab, "Kitiran!". Anak-anak yang lahir di tahun 80'an atau sebelumnya seperti saya, mungkin langsung tahu apa itu kitiran. Kitiran adalah mainan tradisional berbentuk baling-baling dan berwarna-warni. Biasanya terbuat dari plastik bekas botol minuman, kertas layang-layang, kertas marmer dan bahkan ada yang dibuat dari kayu dan berbagai macam bahan lainnya. Harga kitiran dari plastik bekas atau kertas biasanya relatif murah. Untuk mendapatkannya pun dulu tinggal berkunjung ke pasar malam atau pasar tradisional. Entah sekarang masih ada atau tidak. Yang membuat saya teringat kembali akan kitiran adalah ketika baru-baru ini saya menyaksikan berita di televisi tentang perayaan Hari Anak Nasional bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam tayangan tersebut sempat terekam seluruh anak yang ada di deretan penonton, memegang kitiran. Indah sekali. Dan menyenangkan. Cara memaink

Deeper Conversation

Malam hari.. di trotoar atau di belakang rumah, dengan atau tanpa kursi.. berdua, bertiga atau bergerombol.. bicara dari hati ke hati tentang rahasia terdalam yang bahkan tidak bisa ditemukan jejaknya oleh tikus got, adalah hal sederhana yang paling menyenangkan bagi saya. Ini jauh lebih nyata dan private serta personal dibanding mengirim pesan lewat bbm, facebook, ym, twitter, sms dan berbagai social media lainnya. Ada sinyal yang terbaca melalui mata, ada isyarat yang tersampaikan melalui gesture s, ada senyum, ada lenguhan, ada binar, ada semua yang lebih mudah menjawab semua pertanyaan dalam hati. And i call it.. DEEPER CONVERSATION

Gelap - Terang .. Hidup - Mati

Ada suatu masa di mana kita merasa matahari tidak cukup terang untuk menyinari hari-hari kita. semua terasa gelap. Tapi kita belum mati. Ada kalanya semua beban yang harus kita pikul terasa terlalu berat sampai kita terseok-seok melangkah, terjatuh dan sakit teramat sangat. Tapi kita belum mati. Mungkin..memang itulah saat tergelap dalam hidup. Saat di mana kita merasa sulit, merasa kalah, tidak berdaya apa-apa lagi. Tapi kita belum mati. Seringkali saya bertanya-tanya, jika memang itu terlalu berat, terlalu sulit dan terlalu gelap, mengapa saya masih juga hidup? Mengapa saya tidak mati? Apakah saya memang tidak pantas mati? Atau mungkin DIA yang menghidupkan dan mematikan kita memang belum mau mematikan saya? Mungkin memang masih ada setitik celah, secercah harapan untuk hidup. Tinggal kita yang harus terus bersabar dan tidak menyerah menemukan celahnya.  Dan memang mungkin kita harus menerima kenyataan bahwa kita tidak bisa sendiri. Kita membutuhkan pertolongan dari satu-s