"Aku ngga percaya dia kembali lagi dalam hidup kita. Apalagi setelah apa yang dia perbuat sama kita."
"Cinta yang mengembalikannya."
"Cinta siapa? Cintaku? Aku benci dia!"
"Kamu benci sama dia karena dia pergi padahal kamu berharap dia ada. Itu artinya kamu masih menginginkan dia, masih peduli padanya."
Aku menghela napas. Perempuan di hadapanku kemudian melanjutkan perkataannya.
"Kalau kamu tidak marah, tidak sakit hati, itu artinya kamu tidak peduli lagi. Kamu tidak sayang lagi padanya."
"Dia menyakiti hati kita."
"Dia manusia. Mungkin dia menyakiti kita karena kita juga tanpa sadar sudah menyakitinya."
Aku heran. Perempuan yang telah melahirkanku ini selalu saja berpikir positif.
"Memangnya mama masih cinta sama dia?"
"Masih."
"Setelah dia membawa pergi harta mama dan menghabiskannya dengan perempuan lain? Mamaaaahhhh...realistis dong, mah. Mama menyakiti diri mama sendiri."
"Siapa bilang?"
"Maah... matahari aja kalo pagi terbit dan kalo sore terbenam. Masa cinta mama bersinar terus?"
"Cinta mama bersinar selamanya untuk dia."
"Tapi dia dulu jahat, maaaaaahhh. Kenapa mama mengijinkan dia kembali?"
Mama kemudian membelai-belai kepalaku.
"Mama justru akan lebih sakit hati kalau harus melupakan dia. Melupakan orang yang telah menanamkan benih cintanya di rahim mama sampai akhirnya mama memiliki kamu. Buah hati kami yang paling berharga. Coba rasakan, bagaimana bisa mama membenci papamu sementara dia adalah kepanjangan Tuhan untuk memberikan hadiah terindah dalam hidup mama, yaitu kamu."
Aku langsung memeluk mama. Aku mengerti, cinta itu jauh lebih luas dari apa yang aku kira selama ini. Tiba-tiba aku teringat penggalan lagu Valentine dari Martina Mc.Bride " even if romance ran out of life you would still have my heart until the end of time..."
Comments
Post a Comment