Skip to main content

Untuk Ayah














Ayah..
Ingatkah saat aku berlarian menangkap kupu-kupu di taman
dan kau memotretku yang terjatuh
Sementara kupu-kupu terbang ke sana ke mari dengan anggunnya
Aku hanya ingin seindah kupu-kupu itu, Ayah...

Ayah..
Ingatkah ketika kau bawakan aku buku dongeng
tentang itik buruk rupa yang menjelma angsa
Aku hanya ingin secantik angsa itu, Ayah...

Ayah..
Ingatkah waktu kita memandangi kunang-kunang malam hari
Katanya ia adalah kuku orang mati
Tapi kita tersenyum terpukau terang sinarnya
Aku hanya ingin berkilau bagai kunang-kunang, Ayah...

Ayah..
Ayah tahu kupu-kupu itu tadinya ulat menjijikan,
angsa itu tadinya dicemooh karena buruk rupa
dan kunang-kunang terkadang ditakuti
Tapi Ayah pasti juga tahu mereka semua begitu mempesona

Ayah..
Bukankah Ayah yang mengisahkan padaku,
dan memperlihatkan padaku
Bahwa yang indah tak selalu bermula dari indah pula?

Ayah..
Ijinkan aku menjadi indah dengan caraku
Mekar menjadi bunga kebanggaanmu..

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bapak Peri

Guys.. seperti apa Bapakmu? Tampan dan bisa dengan bangganya kamu pamerkan ke teman-teman sekolah kamu setiapkali ada acara pengambilan raport plus kaya raya dan bisa mengabulkan keinginanmu terbang menjelajah dunia dengan jet pribadi setiap liburan tiba, sekaligus menguasai ilmu beladiri seperti 7 manusia harimau dan membuat teman-teman hidung belangmu lari tunggang langgang? Atau malah pendiam dan sekali marah, raja rimba pun kalah? “Ah! Siapa bilang Bapakku galak? Masih galakkan Ibuku. Bapak itu kalau Ibu marah, biasanya lebih suka menghindar dengan duduk di teras sambil merokok.” “Bapakku sih mirip komentator bola. Segala apa aja di rumah pasti dikomentarin sama dia. Semua serba salah deh.” “Bapak baiiik banget. Aku minta apa aja pasti diturutin. Nggak pernah ngelarang dan nggak pernah bilang enggak. Enaklah pokoknya kalo Bapak. Nggak kayak  Ibu!” “Hmm.. Bapak yah? Bapak yang sekarang jadi suami Ibu? Atau Bapak yang udah cerai sama Ibu dan udah...

Dunia Dalam Kepala

Dunia dalam kepala... Dunia dalam dunia... Dunia yang sama dengan dunia... Dunia di mana ada aku, kamu dan semua orang di dunia... Dunia yang berisi kisah-kisah yang benar terjadi di dalamnya.... Dunia dalam kepala... Dunia yang kita tinggali... Dunia yang kita miliki.... Dunia dalam kepala... dunia kita....

Meja Lain

  picture is taken from here Terdampar di sebuah kedai kopi pada hari Jum'at malam adalah cerita biasa bagi kaum pekerja urban sepertiku. Dan malam ini seperti seminggu lalu, sebulan lalu dan entah sudah berapa kali Jum'at malam aku rutin berada di kedai kopi ini di jam-jam pulang kantor. Aku tidak sendiri, maksudku di kedai ini aku tidak sendiri. Ada banyak pegawai kantoran lain yang memiliki kebiasaan sama denganku, berkumpul di kedai ini. Sekedar menyesap secangkir kopi ditemani camilan gosip-gosip terhangat tentang rekan sejawat. Semakin malam suasana kedai kopi yang ruangannya tidak terlalu luas ini semakin hangat. Mayoritas pengunjung tempat ini berusia 25tahun ke atas. Banyak yang datang sendiri, ada yang berdua dan terkadang ada pula yang bergerombol. Pemilik kedai kopi ini adalah seorang pria tampan berusia 45tahun. Aku memanggilnya Mas Bowo. Perawakannya tinggi dan bentuk tubuh Mas Bowo seperti pria-pria yang rajin nge-gym pada umumnya. Sesuai dengan namany...