Skip to main content

100% Indonesia?

Tertidur. Terbangun pas dini hari. Rindu situs "Burung Biru". Timeline-nya penuh dengan berita kalau film Hollywood nggak tayang lagi di bioskop-bioskop Indonesia. Whaaaaaaattt???!! Ups, Salah! Seharusnya... WHAAAATTTTTT???!!!! Panik panik panik!!! Langsung searching, browsing anything yang ada hubungannya dengan berita ini. Eiiittttssss? Emang siapa gue? Hahaha! Iya siiiihhh saya bukan aktris film Hollywood, tapi kaaaannn my lovely Johnny Depp aktor Hollywood. Terus gimana dong selanjutnya nasib saya yang nggak bisa nonton lagi acting doi? (plis deeehhh Mr. Depp juga ngga pernah nyadar ada gue... ). Sayaaa juga bukan sutradara film yang biar gimana juga butuh referensi film-film luar negeri (eh.. iya nggak sih, Pak dan Bu Sutradara..?). Yang jelas saya ini sukaaaa banget nonton film. Drama khususnya. Dan jujur saja, drama-drama Hollywood itu touchy dan acting para pemainnya nggak lebay. Dan what i'm gonna miss so much adalah OST dari film-film itu.


Oh iya,kabar yang beredar, film-film Hollywood sengaja diboikot supaya tidak bisa ditonton di Indonesia. Saya sih sedikit tidak percaya. Masa iya siiiihhh pemerintah Indonesia yang sudah sangat amat super duper repot ngurusin masalah-masalah yang makin lama makin merepotkan, sempat-sempatnya berpikiran memboikot film Hollywood? (mencoba berpikir positif)

Ternyata eh ternyataaa.. memang tidak diboikot. Permasalahnya adalah soal bea masuk distributor film import. Nah lho, apa lagi tuh? (selengkapnya liat di SINI). Jadi intinya, para produsen film Hollywood itu keberatan dengan adanya bea masuk atas barang, sementara mereka juga masih harus membayar pajak penghasilan dan pajak tontonan kepada pemerintah daerah. Tadinya saya kira yang ditarik dari peredaran hanya film-film Hollywood saja. Kalau itu siiiihhhh tenang saja karena masih banyak film impor yang kualitasnya tidak kalah, sama dan bahkan lebih bagus dari film-film Hollywood. Tetapi alangkah berdukanya saya ketika ternyata selain Motion Picture Association of America (MPAA) menarik peredaran film-film impor, Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) juga memprotes kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor dan tidak mau mengimpor film-film luar. Gawaaatttt sumarwaaaatttt!! Belum lagi, penarikan film-film ini juga akan menyebabkan nasib 10ribu pekerja bioskop terancam karena otomatis pasokan film-film ke bioskop akan berkurang. Duuuhhh kalau cuma mengorbankan kesenangan menonton film rasanya masih bisa ditolerir ya, tapi kalau hajat hidup lebih dari 10ribu orang terancam gara-gara masalah ini, betapa menyedihkannya. Miris(selengkapnya lihat DI SINI). 

Saya sih sungguh sangat berharap kebijakan itu bisa dikaji ulang dan atau pilihan lainnya, para pemasok film impor itu mau berrendah hati untuk tetap mengedarkan film-film mereka ke Indonesia. Karena sebetulnya dengan tidak memasok film-film ke Indonesia, bukannya mengurangi pemasukan mereka juga? Mudah-mudahan penghentian pasokan film itu hanya untuk sementara sebagai akibat dari kekalutan para produser dan pemasok film asing yang kerepotan mendapati biaya yang ternyata tidak sedikit dikeluarkan untuk menayangkan film di Indonesia.

Well, sampai kemarin sih katanya di bioskop-bioskop 21 (bukan di kota saya pastinya), film-film Hollywood itu masih beredar. Entah hari ini yaaa... mungkin bisa di- update dari situs "Burung Biru". Tapi kalau sampai ternyata mereka bukan cuma sedang kalut, itu artinya bye-bye Hollywood movies and friends... Terus kita nonton apa dong? Hanya film Indonesia saja? Ya pastinya! Mmmm... dipikir-pikir (kalau saya tidak salah pikir ya). Selama ini kenapa kita hobi sekali menonton film-film luar macam Harry Potter dan teman-temannya di bioskop, itu kan karena sedikit banyaknya pengaruh publikasi dan pemberitaan. Nyatanya banyak juga film-film yang tidak membuat kita tertarik untuk menontonnya padahal film itu bagus hanya karena kita belum atau tidak mendapatkan informasi dan rekomendasi yang cukup baik tentang film itu. Dan for your information adalah bahwa mungkin di kota-kota besar di Indonesia yang ada bioskop 21 nya, film-film Hollywood memang merajalela tapi di kota-kota kecil di mana orang kalau mau nonton film harus sewa dulu di rental atau jelek-jeleknya beli bajakanVCD dan DVD, film Indonesia terutama genre horror dan komedi, menjadi raja di negaranya sendiri kotanya sendiri. Film-film dengan judul macam Pocong Yang Tertukar, Kemilau Cinta Sundelbolong, Arisan Popcorn, Mengejar Mibabi, dan lain-lain laris manis bak kacang goreng. Jadi kenapa tidak memperbanyak menayangkan film-film Indonesia saja di bioskop (jangan samplong saya pakai sepatu yaaaa... dari palung hati terdalam saya tetap sangat berharap film-film luar tetap tayang di Indonesia, beneran deeeeehhh...)? Hmmmm... apakah mungkin karena ada kekhawatiran tentang kualitas film Indonesia yang belum bisa dibilang baik? Nggak juga ah... buktinya negara-negara lain belum ada yang bisa membuat sosok hantu yang lebih seram dari hantu-hantu khas Indonesia apalagi hantu yang diperankan Almh, Suzanna. Top markotop tiada tandingannya. Yaaaa memang sih itu belum bisa jadi indikator juga, tapi setidaknya film-film dengan beragam tema sudah mulai berdatangan di tahun 2010 lalu. Bahkan sejak awal tahun 2010 lalu,   sutradara film - Garin Nugroho mengatakan film-film bertema Corporate Social Responsibility dan Sastra akan menemukan panggungnya. Fan meskipun sutradara John De Rantau mengatakan bahwa dibutuhkan komitmen serius untuk membuat sebuah film berkualitas baik, dia memprediksi akan banyak orang yang serius menggarap film Indonesia. Bahkan menurutnya, dibutuhkan 10 orang saja untuk membuat film yang bagus (simak DI SINI untuk lebih lengkapnya), tidak perlu segambreng. Jadi, seharusnyaaaaa... momentum ini justrus bisa dimanfaatkan untuk membangkitkan perfilman Indonesia dan bukan tidak mungkin dooooongggg suatu hari nanti film Indonesia bukan hanya jadi raja di negaranya sendiri tapi bahkan para pembuatnya bisa dengan bangganya melenggang di atas karpet merah Academy Awards sambil menggenggam piala Oscar. Aw!!! Aw!!! ^_^

Comments

Popular posts from this blog

Bapak Peri

Guys.. seperti apa Bapakmu? Tampan dan bisa dengan bangganya kamu pamerkan ke teman-teman sekolah kamu setiapkali ada acara pengambilan raport plus kaya raya dan bisa mengabulkan keinginanmu terbang menjelajah dunia dengan jet pribadi setiap liburan tiba, sekaligus menguasai ilmu beladiri seperti 7 manusia harimau dan membuat teman-teman hidung belangmu lari tunggang langgang? Atau malah pendiam dan sekali marah, raja rimba pun kalah? “Ah! Siapa bilang Bapakku galak? Masih galakkan Ibuku. Bapak itu kalau Ibu marah, biasanya lebih suka menghindar dengan duduk di teras sambil merokok.” “Bapakku sih mirip komentator bola. Segala apa aja di rumah pasti dikomentarin sama dia. Semua serba salah deh.” “Bapak baiiik banget. Aku minta apa aja pasti diturutin. Nggak pernah ngelarang dan nggak pernah bilang enggak. Enaklah pokoknya kalo Bapak. Nggak kayak  Ibu!” “Hmm.. Bapak yah? Bapak yang sekarang jadi suami Ibu? Atau Bapak yang udah cerai sama Ibu dan udah nik

Sebelum Jam Sepuluh

  “Jadi kapan?” Ia lekat menatapku. Garis bibirnya tak menyunggingkan senyuman maupun kekecewaan. Tapi ada tanda tanya yang terbaca. Ada kegamangan yang terasa. Ada harapan yang mungkin akan sia-sia. “Kapan apa?” Aku berusaha menebak-nebak maksud pertanyaannya dalam hati. Wajahku mungkin setenang air kolam dan sedingin salju yang aku sendiri belum pernah sekalipun melihat bentuknya. Tapi jangan tanya bagaimana dengan hatiku. Rasanya seperti diterjang gulungan ombak besar dan ditiup puting beliung. “Kapan kita bertemu lagi?” Mata yang bagaikan kelereng itu Nampak semakin besar saja. Tapi tak ada cahaya di sana. Redup. “Apa harus ada janji untuk bertemu lagi?” Salju di wajahku sepertinya makin dingin, sementara gulungan ombak di hati mulai mengoyakkan pertahananku. “Memangnya ini pertemuan terakhir?” Kini matanya seperti bola ping pong. Lebih besar daripada sekedar kelereng namun tak memantulkan cahaya. “Jangan suka mendahului takdir. Siapa tahu nanti kita bertemu lagi.” Kuta