Skip to main content

Who's The BOSS In Here??!!

CERITA TUYULITA
Tuyulita namanya. Ia adalah pegawai baru di lingkungan birokrat itu. Layaknya pendaki yang baru turun gunung, ia pun masih idealis. Suatu hari Boss Cantik menyuruhnya mengetik Laporan Kegiatan. Sebelum memulai pekerjaannya, Tuyulita terlebih dahulu mencermati secara rinci kertas-kertas di hadapannya itu. Sampai kemudian ia membaca sebuah kalimat bertuliskan "PERS TOUR". Sepengetahuannya yang hobi berbicara menggunakan bahasa Inggris, kalimat itu seharusnya bertuliskan "PRESS TOUR". Maka tanpa ba bi bu dan dengan culunnya, ia langsung mengetuk ruangan Boss Cantik.
"Maaf, Bu saya mengganggu." kata Tuyulita takut-takut.
"Ya ada apa, Tuyulita? Ayo duduk." kata Boss Cantik tanpa memalingkan wajah dari pekerjaannya.
Tuyulitapun duduk dan mengangsurkan kertas bertuliskan "PERS TOUR" itu pada Boss Cantik. 
"Maaf Bu, ini memang tulisannya seperti ini ya, Bu?" Tuyulita menempelkan jempolnya pada kalimat yang dimaksud.
"Oh, iya. Tulisannya besar-besar gitu kok masa nggak jelas?" Boss Cantik mengerutkan keningnya.
"Mmm... tapi setahu saya tulisannya begini yang benar." Tuyulita menunjukkan ejaan yang benar pada Boss Cantik.
"Udah kamu itu nggak usah ngeyel! Ini sudah aturannya harus begini dari dulu dan nggak pernah ada yang protes!" Boss Cantik mulai bicara lantang dengan wajah tegang.
"Maaf Bu, alangkah akan lebih baik kalau kita mengubah apa yang salah." Jawab Tuyulita.
Kali ini Boss Cantik menatapnya tajam, "Kamu ini! Anak baru tapi ngeyel! Kamu di sini bukan dibayar buat melawan atasan. Sudah sana ketik!"
Tuyulitapun keluar dengan wajah merah padam mirip kepiting rebus diiringi omelan dari Boss Cantik.

Sementara itu, di luar ruangan Boss Cantik, rekan-rekan kerja senior Tuyulita cekikikan. Momon, yang paling muda di antara mereka, nyeletuk "Hihihi! Disemprot ya, Neng? Di sini kalo mau protes-protes musti nunggu jadi golongan empat dulu! Hihihi!"
Tuyulita hanya bisa tersenyum dengan wajah masam.


*gambar dari sini


SI OGAH SERBA SALAH
Birokrat baru yang masih cupu ini namanya Ogah. Postur tubuh atletis ditambah wajah rupawan membuatnya ditempatkan di bagian protokoler Pemerintah Daerah di kotanya. Ogah yang memang banci tampil ini senang sekali karena dengan posisinya sekarang, dia selalu didaulat memandu acara-acara resmi yang dihadiri para pejabat di kotanya. Baru beberapa bulan menikmati hari-harinya sebagai The Most Wanted Newbie, Boss Besar menyuruhnya membantu di bidang peliputan. Itu artinya, selain harus memandu acara, dia juga harus mendokumentasikan acara yang dipandunya itu dengan kamera foto. Ogah bingung. Meski senang fotografi, tentunya mustahil jika harus memandu acara sambil memotret. Dia heran mengapa Boss Besar membuat keputusan tersebut. Padahal di kantornya, masih banyak tenaga fotografer yang siap mengabadikan berbagai moment formal itu. 

Keesokan harinya, Ogahpun memberanikan diri bertanya pada Boss Besar.
"Pak, maaf ini terkait dengan tugas baru saya. Bukan saya menolak, Pak. Tapi apa tidak aneh kalau saya memandu acara sebagai protokol dengan tangan kanan memegang microphone dan tangan kiri memegang kamera."
Mendengar kata-kata Ogah, Boss Besarpun marah bukan kepalang.
"Kamu ini anak baru tapi sombongnya bukan main! Saya dulu golongan tiga masih mau motret-motret. Kamu itu apa? Baru golongan dua! Keluar!"
Dengan perasaan serba salah dan langkah gontai, Ogah keluar dari ruangan Boss Besar.




Comments

  1. Sampai saat ini ada 'adat-istiadat' yang jelek di kalangan birokrat Indonesia. Adat warisan Orde Baru dan sisa-sisa politisasi PNS. Adat tersebut dikenal dengan kenaikan pangkat berdasarkan waktu-lama-pengabdian, dengan mengabaikan prestasi.
    Akibat nyata dari Adat jelek tersebut separuh lebih dari Anggaran Negara mubadzir untuk beri gaji orang-orang yang tidak cerdas-kerja.
    Konon mulai tahun 2009 sudah ada upaya melakukan perubahan adat di lingkungan Birokrat, semoga perbahan adat tersebut sampai ke daerah TUYULITA dan OGAH.

    Semoga

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bapak Peri

Guys.. seperti apa Bapakmu? Tampan dan bisa dengan bangganya kamu pamerkan ke teman-teman sekolah kamu setiapkali ada acara pengambilan raport plus kaya raya dan bisa mengabulkan keinginanmu terbang menjelajah dunia dengan jet pribadi setiap liburan tiba, sekaligus menguasai ilmu beladiri seperti 7 manusia harimau dan membuat teman-teman hidung belangmu lari tunggang langgang? Atau malah pendiam dan sekali marah, raja rimba pun kalah? “Ah! Siapa bilang Bapakku galak? Masih galakkan Ibuku. Bapak itu kalau Ibu marah, biasanya lebih suka menghindar dengan duduk di teras sambil merokok.” “Bapakku sih mirip komentator bola. Segala apa aja di rumah pasti dikomentarin sama dia. Semua serba salah deh.” “Bapak baiiik banget. Aku minta apa aja pasti diturutin. Nggak pernah ngelarang dan nggak pernah bilang enggak. Enaklah pokoknya kalo Bapak. Nggak kayak  Ibu!” “Hmm.. Bapak yah? Bapak yang sekarang jadi suami Ibu? Atau Bapak yang udah cerai sama Ibu dan udah nik

Sebelum Jam Sepuluh

  “Jadi kapan?” Ia lekat menatapku. Garis bibirnya tak menyunggingkan senyuman maupun kekecewaan. Tapi ada tanda tanya yang terbaca. Ada kegamangan yang terasa. Ada harapan yang mungkin akan sia-sia. “Kapan apa?” Aku berusaha menebak-nebak maksud pertanyaannya dalam hati. Wajahku mungkin setenang air kolam dan sedingin salju yang aku sendiri belum pernah sekalipun melihat bentuknya. Tapi jangan tanya bagaimana dengan hatiku. Rasanya seperti diterjang gulungan ombak besar dan ditiup puting beliung. “Kapan kita bertemu lagi?” Mata yang bagaikan kelereng itu Nampak semakin besar saja. Tapi tak ada cahaya di sana. Redup. “Apa harus ada janji untuk bertemu lagi?” Salju di wajahku sepertinya makin dingin, sementara gulungan ombak di hati mulai mengoyakkan pertahananku. “Memangnya ini pertemuan terakhir?” Kini matanya seperti bola ping pong. Lebih besar daripada sekedar kelereng namun tak memantulkan cahaya. “Jangan suka mendahului takdir. Siapa tahu nanti kita bertemu lagi.” Kuta