Skip to main content

Go Green Go Refreshing..

Go green ala saya, artinya menghijaukan pikiran, membuat otak jadi adem dan hati jadi tentram..
Go refreshing ala saya, artinya menyegarkan, mudah dan menyenangkan..
Go green dan go refreshing ala saya, artinya, nge-mall...


dan Hijau akan menemani saya kali ini..

Ready to go.. ke mana aja ayo.. asal ada lovely sling bag.. ^_^
Nebeng dan duduk tenang jadi penumpang memang menyenangkan.. :P

Bener-bener one fine day.. awal tahun gini masih ada SALE!
Isi perut setelah berkeliling? Nice! Tapi antri dulu..

Comments

  1. Yolceee...
    kamu cantiiiikkkk...
    ayuk kapan2 poto sama-sama yuuuukkk...
    btw, ini yang dibisik-bisikin keren yaa...
    hihihiii.. emang keren dwoooonggg!!!

    ReplyDelete
  2. Hahahaha! Bisa ajah, Put... by the way semua cewe kan emang cantik :)
    Aiiiihhhh boleh yuuuukkkk foto2 bareng... mau bangeeeeeettt...
    Iya, ini yang dibisikin keren...
    Emang keren ya? Perasaan siiiyyy byasa ajah, hehehehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bapak Peri

Guys.. seperti apa Bapakmu? Tampan dan bisa dengan bangganya kamu pamerkan ke teman-teman sekolah kamu setiapkali ada acara pengambilan raport plus kaya raya dan bisa mengabulkan keinginanmu terbang menjelajah dunia dengan jet pribadi setiap liburan tiba, sekaligus menguasai ilmu beladiri seperti 7 manusia harimau dan membuat teman-teman hidung belangmu lari tunggang langgang? Atau malah pendiam dan sekali marah, raja rimba pun kalah? “Ah! Siapa bilang Bapakku galak? Masih galakkan Ibuku. Bapak itu kalau Ibu marah, biasanya lebih suka menghindar dengan duduk di teras sambil merokok.” “Bapakku sih mirip komentator bola. Segala apa aja di rumah pasti dikomentarin sama dia. Semua serba salah deh.” “Bapak baiiik banget. Aku minta apa aja pasti diturutin. Nggak pernah ngelarang dan nggak pernah bilang enggak. Enaklah pokoknya kalo Bapak. Nggak kayak  Ibu!” “Hmm.. Bapak yah? Bapak yang sekarang jadi suami Ibu? Atau Bapak yang udah cerai sama Ibu dan udah nik

Sebelum Jam Sepuluh

  “Jadi kapan?” Ia lekat menatapku. Garis bibirnya tak menyunggingkan senyuman maupun kekecewaan. Tapi ada tanda tanya yang terbaca. Ada kegamangan yang terasa. Ada harapan yang mungkin akan sia-sia. “Kapan apa?” Aku berusaha menebak-nebak maksud pertanyaannya dalam hati. Wajahku mungkin setenang air kolam dan sedingin salju yang aku sendiri belum pernah sekalipun melihat bentuknya. Tapi jangan tanya bagaimana dengan hatiku. Rasanya seperti diterjang gulungan ombak besar dan ditiup puting beliung. “Kapan kita bertemu lagi?” Mata yang bagaikan kelereng itu Nampak semakin besar saja. Tapi tak ada cahaya di sana. Redup. “Apa harus ada janji untuk bertemu lagi?” Salju di wajahku sepertinya makin dingin, sementara gulungan ombak di hati mulai mengoyakkan pertahananku. “Memangnya ini pertemuan terakhir?” Kini matanya seperti bola ping pong. Lebih besar daripada sekedar kelereng namun tak memantulkan cahaya. “Jangan suka mendahului takdir. Siapa tahu nanti kita bertemu lagi.” Kuta