Skip to main content

Selamat Hari Ibu, Mah...

Bangun tidur, saya menghampiri kamar Mamah sambil senyum-senyum.
Saya     : Maaah... ngga ada kewajiban ngucapin Selamat Hari Ibu kan?
Mamah : (senyum) Engga.. kamu ngga harus ngucapin ke Mamah koooo' tapi sebagai gantinya, hari ini kamu harus sarapan! (masih dengan senyuman yang makin lebar di mata saya)
Saya     : (manyun) Iya deh, kalo gitu... Selamat Hari Ibu ya, Maaaaaahhhh... aku ngga harus sarapan kan? (senyum penuh kemenangan)
Mamah : (mengerutkan dahi)

Comments

Popular posts from this blog

Sebelum Jam Sepuluh

  “Jadi kapan?” Ia lekat menatapku. Garis bibirnya tak menyunggingkan senyuman maupun kekecewaan. Tapi ada tanda tanya yang terbaca. Ada kegamangan yang terasa. Ada harapan yang mungkin akan sia-sia. “Kapan apa?” Aku berusaha menebak-nebak maksud pertanyaannya dalam hati. Wajahku mungkin setenang air kolam dan sedingin salju yang aku sendiri belum pernah sekalipun melihat bentuknya. Tapi jangan tanya bagaimana dengan hatiku. Rasanya seperti diterjang gulungan ombak besar dan ditiup puting beliung. “Kapan kita bertemu lagi?” Mata yang bagaikan kelereng itu Nampak semakin besar saja. Tapi tak ada cahaya di sana. Redup. “Apa harus ada janji untuk bertemu lagi?” Salju di wajahku sepertinya makin dingin, sementara gulungan ombak di hati mulai mengoyakkan pertahananku. “Memangnya ini pertemuan terakhir?” Kini matanya seperti bola ping pong. Lebih besar daripada sekedar kelereng namun tak memantulkan cahaya. “Jangan suka mendahului takdir. Siapa tahu nanti kita bertemu lagi.” Kuta