Skip to main content

Cin(T)a

Salah satu film favorit saya.

Awalnya saya melihat VCD film ini di sebuah rental.
Seperti biasa, lumrah kalau kadang saya tertarik meminjam sebuah film karena design cover-nya..
dan ternyata
judging something by it's cover is not always wrong :)
(menurut saya sih lebih tepatnya, hehehe)

Sebetulnya ada yang lain yang membuat saya begitu berhasrat meminjam film ini. Nama pemainnya tidak ada satupun yang terkenal
(nggak tau juga ya mungkin saya yang kuper).
Biasanya kalau film yang para pemainnya nggak terkenal tapi bisa masuk rental,
itu artinya film itu bagus atau banyak meraih penghargaan.

Itu tadi dua alasan kenapa saya akhirnya meminjam cin(T)a.
Nah! Ini alasan ketiga sekaligus yang membuat saya mengambil keputusan itu.
Judulnya yang hanya satu kata 'cinta'.
Cinta adalah kata favorit saya,
tema favorit saya
dan hal yang terpenting dalam hidup saya.
Jadi sebenarnya satu alasan ini saja sudah cukup untuk membuat saya meminjam film ini.

Oke.. jadilah hari itu yang entah tanggal berapa dan pukul berapa, saya akhirnya menonton film cinta.
Feeling saya mengatakan bahwa saya akan sangat menyukai film ini.
Dan benar saja.. ketika film itu selesai,
rasanya saya tidak rela menyudahi acara menontonnya.
Akhirnya.. keesokan harinya saya tonton lagi film itu
dan bukannya bosan tapi saya semakin tidak rela cerita di film itu habis.

Di awal tulisan saya ini, sebenarnya sudah ada trailer (cuplikan) tentang film ini,
tapi tidak ada salahnya saya menceritakan sedikit tentang film ini. Secara garis besar, cin(T)a bercerita tentang hubungan asmara antara Cina dan Anisa.
Sebetulnya hampir bisa terlihat kalau nama keduanya merupakan simbol dari perbedaan keyakinan (dibaca: agama).
Di Indonesia sendiri sudah jelas bahwa pernikahan beda agama itu dilarang.
Bisa ditebak bahwa hubungan keduanya mengalami banyak kendala,
di sini juga digambarkan bahwa Anisa dan Cina adalah dua individu yang sangat percaya pada ajaran agama mereka masing-masing.
Dalam film ini juga terdapat testimoni dari sejumlah pasangan beda agama yang memilih untuk maju terus pantang mundur dan bahkan ada yang sudah menikah sampai beranak-pinak namun masih memegang ajaran agama masing-masing.

Nah! Apakah Anisa dan Cina juga akan mengikuti jejak mereka?
Kalau tertarik dengan sedikit ulasan saya yang kurang menarik ini, silahkan tonton langsung filmnya supaya tuntas dan puas.
So... selamat penasaran dan menonton ;p


sutradara
Sammaria Simanjuntak
pemain
Sunny Soon, Saira Jihan
produksi
Sembilan Matahari

Comments

Popular posts from this blog

Sebelum Jam Sepuluh

  “Jadi kapan?” Ia lekat menatapku. Garis bibirnya tak menyunggingkan senyuman maupun kekecewaan. Tapi ada tanda tanya yang terbaca. Ada kegamangan yang terasa. Ada harapan yang mungkin akan sia-sia. “Kapan apa?” Aku berusaha menebak-nebak maksud pertanyaannya dalam hati. Wajahku mungkin setenang air kolam dan sedingin salju yang aku sendiri belum pernah sekalipun melihat bentuknya. Tapi jangan tanya bagaimana dengan hatiku. Rasanya seperti diterjang gulungan ombak besar dan ditiup puting beliung. “Kapan kita bertemu lagi?” Mata yang bagaikan kelereng itu Nampak semakin besar saja. Tapi tak ada cahaya di sana. Redup. “Apa harus ada janji untuk bertemu lagi?” Salju di wajahku sepertinya makin dingin, sementara gulungan ombak di hati mulai mengoyakkan pertahananku. “Memangnya ini pertemuan terakhir?” Kini matanya seperti bola ping pong. Lebih besar daripada sekedar kelereng namun tak memantulkan cahaya. “Jangan suka mendahului takdir. Siapa tahu nanti kita bertemu lagi.” Kuta