Skip to main content

Memandangiku


Daritadi aku melihatmu memandangiku...
Mengapa memandangiku terus?
Mengapa metapku begitu tajam?
Tak perlu memperhatikanku
Hanya menambah panjang daftar orang sia-sia yang memperhatikanku...

Daritadi kamu masih memandangiku...
Ada urusan apa denganku?
Sudahlah jangan memperumit hidupmu...
Aku bisa mengurus diriku sendiri....

Daritadi sampai sekarang bahkan terang-terangan kamu memandangiku....
Apa yang ingin kamu awasi?
Hatiku yang kau pikir milikmu?
Pernahkah kau memintanya?

Comments

Popular posts from this blog

Sebelum Jam Sepuluh

  “Jadi kapan?” Ia lekat menatapku. Garis bibirnya tak menyunggingkan senyuman maupun kekecewaan. Tapi ada tanda tanya yang terbaca. Ada kegamangan yang terasa. Ada harapan yang mungkin akan sia-sia. “Kapan apa?” Aku berusaha menebak-nebak maksud pertanyaannya dalam hati. Wajahku mungkin setenang air kolam dan sedingin salju yang aku sendiri belum pernah sekalipun melihat bentuknya. Tapi jangan tanya bagaimana dengan hatiku. Rasanya seperti diterjang gulungan ombak besar dan ditiup puting beliung. “Kapan kita bertemu lagi?” Mata yang bagaikan kelereng itu Nampak semakin besar saja. Tapi tak ada cahaya di sana. Redup. “Apa harus ada janji untuk bertemu lagi?” Salju di wajahku sepertinya makin dingin, sementara gulungan ombak di hati mulai mengoyakkan pertahananku. “Memangnya ini pertemuan terakhir?” Kini matanya seperti bola ping pong. Lebih besar daripada sekedar kelereng namun tak memantulkan cahaya. “Jangan suka mendahului takdir. Siapa tahu nanti kita bertemu lagi.” Kuta